AksiLingkungan.com -
Cantik, unik, dan endemik adalah tiga kata yang tepat untuk menggambarkan
ikan Capungan Banggai (Pterapogon kauderni). Ikan ini terkenal dengan
kecantikannya melalui corak yang mencolok dan sirip yang memanjang.
Keistimewaan lainnya adalah keragaman genetiknya. Ikan ini hidup secara
berkelompok. Pada kelompok ikan yang terpisah sejauh lima kilometer, akan
memiliki perbedaan genetik dengan kelompok lainnya. Hal ini disebabkan
oleh kondisi alam perairan Kepulauan Banggai yang berarus kuat dan selat
antar pulau yang dalam. Akibatnya interaksi antar kelompok-kelompok
(populasi) menjadi terhalang. Ikan ini j u ga endemik karena hanya hidup di
pantai - pantai di sepanjang gugusan 33 pulau yang terhimpun di Kepulauan
Banggai, Propinsi Sulawesi Tengah. Ikan ini j u ga dinyatakan sebagai ikan
langka yang harus dilindungi.
Ikan Capungan Banggai atau yang dikenal dengan sebutan Cardinal Banggai
sangat popular dalam perdagangan ikan hias baik di tingkat nasional maupun
internasional. Dengan tubuh mengkilap keperakan, ikan ini memiliki tanda
tiga garis hitam vertikal di kepala dan sisi badan ikan. Antara garis pada
tubuh ditandai dengan titik putih yang membentuk pola unik di tiap individu.
Bentuk ikan ini adalah pipih dengan ekorterbelah dua, mirip burung Walet.
Panjang badan maksimal 15 cm dan lebar sampai 7 cm, memiliki warna
kulit belang-belang hitam dan kuning kecoklatan. Capungan Banggai juga
memiliki kekhasan sirip dorsal (punggung) bagian depan berjumbai serta
sirip anal dan sirip caudal (ekor) memanjang.
Mereka hidup dalam kelompok-kelompok kecil, antara 1 hingga 6 individu.
Dalam sekali musim bertelur dapat dihasiikan hingga 75 butir telur. Telur -
telur ini dierami dalam kantong khusus di rongga mulut ikan jantan hingga
menetas. Setelah anak ikan mencapai ukuran 5-6 mm baru akan dilepas
induk jantan. Selama 30 hari masa pengeraman sang indukjantan berpuasa
dengan tidak mengkonsumsi makanan sama sekali. Setelah mengeiuarkan
anaknya, indukjantan tidak berinteraksi dengan anak-anaknya lagi.
Makanan utama ikan Capungan Banggai adalah plankton udang (Crustacea)
dan copepoda. Namun demikian ikan ini merupakan pemakan oportunistik,
yang dapat memakan berbagai organisme kecil termasuk cacing, moluska
dan larva ikan. Ikan ini memiliki peranan penting di ekosistem terumbu karang
dengan memangsa larva ikan dan parasit karang.
Sebagai spesies laut tropis, ikan Capungan Banggai menempati perairan
pantai dangkal pada kedalaman antara 1 , 5 - 5 meter dan suhu air berkisar
antara 28-31 derajat Celsius. Mereka lebih suka di perairan yang lebih tenang
meskipun beberapa populasi tinggai di daerah bergelombang dan arus kuat.
Mereka dapat dijumpai pada kumpulan terumbu karang dan bersembunyi
pada gua terumbu karang dan beraktivitas pada malam hari untuk mencari
makan. Matanya yang berukuran besar sangat membantu untuk mengetahui
letak ikan kecil dan beberapa jenis udang di kegelapan.
Ancaman bagi Capungan Banggai
Ancaman utama bagi ikan Capungan Banggai adalah eksploitasi berlebihan
untuk perdagangan akuarium. Tingginya tingkat eksploitasi menyebabkan
dua populasi lokal ikan Capungan Banggai punah. Populasi global ikan
Capungan Banggai juga diyakini telah berkurang hingga 10% dari populasi
asalnya. Selain eksploitasi berlebihan, ikan Capungan Banggai juga terancam
oleh perusakan habitat akibat penggunaan dinamit dan sianida dalam
penangkapan ikan spesies lain. Baru-baru ini bahkan ditemukan penyakit
virus pada ikan Capungan Banggai yang disimpan di penangkaran.
Sebuah studi tentang perikanan Capungan Banggai mengungkapkan bahwa
selama tahun 2007 setidaknya 1.000.000 ikan tertangkap. Padahal pada
tahun yang sama diperkirakan total populasinya mencapai 2.200.000 ekor.
Saat ini terdapat tiga pusat koleksi utama di Kepulauan Banggai. Setiap
bulannya terdapat kurang lebih 100.000 ekor ditangkap dari seluruh pulau,
sebelum dikirim ke Bali dan Sulawesi Utara untuk dijual ke eksportir
internasional. Dari jumlah ini 3 0% diantaranya mati atau dalam kondisi buruk
akibat proses pengiriman yang memakan waktu 1 hingga 5 hari.
Pelestarian Capungan Banggai
Upaya pelestarian spesies ini sudah dilakukan oleh beberapa pihak. Salah
satunya oleh Akademi llmu Perairan New Jersey. Di tingkat nasional juga
telah dikembangkan Banggai Konservasi Project, sebuah kolaborasi antara
organisasi non-pemerintah Indonesia, yayasan pemerhati lingkungan, dan
Akademi llmu Perairan New Jersey.
Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI) yang memiliki mandat
untuk mendorong upaya pelestarian dan pemanfaatan sumberdaya hayati,
memberikan dana hibah kepada mitra untuk melakukan kajian tentang status
populasi dan penyebarannya di alam. Kajian ini akan berguna untuk
menentukan strategi dan intervensi pelestarian ikan ini.
Program pelestarian ikan Capungan Banggai sangat diperlukan untuk
menjaga populasi ikan di alam bebas.
Kepentingan Nasional Atau Internasional?
Saat ini ada desakan dari dunia internasional untuk memasukkan ikan
Capungan Banggai dalam Lampiran II dari Konvensi Perdagangan
Internasional Endangered Species (CITES). Hal ini bisa merugikan Indonesia
sebagai "pemilik" ikan endemik ini. Jika masuk ke dalam CITES, upaya
pemanfaatan ikan Capungan Banggai akan terhambat dan masyarakat tidak
akan mendapat manfaat. Sementara di luar negeri telah dikembangkan
upaya-upaya untuk mengembangbiakkan ikan yang dapat diperjualbelikan
secara bebas.
Kini tantangannya ada pada kita semua. Upaya pelestarian tanpa
memperhatikan pemanfaatan berkelanjutan tidak akan memberikan manfaat
kepada masyarakat. Begitu pula sebaliknya, kegiatan pemanfaatan tanpa
memenuhi kaidah-kaidah berkelanjutan hanya akan menjadi masalah.
Apakah kita akan melestarikan dan memanfaatkan secara lestari untuk
kepentingan nasional, atau membiarkan bangsa lain menggunakan
sumberdaya ini demi keuntungan mereka semata?
Sumber: Yayasan Keanekaragaman Hayatilndonesia (KEHATI) dan Departemen Kelautan dan Prikanan
0 comments:
Post a Comment