Biomassa adalah
sumber energi yang berasal dari bahan organik seperti bahan hewan atau tumbuhan
dan semakin popular penggunaan sumber energi tersebut. Para
pemerhati lingkungan semakin menyukai penggunaan energi biomassa (biomassa) dari pada bahan
bakar fosil karena rendahnya tingkat karbon yang dipancarkan ketika bahan
tersebut dibakar, dan melihatnya sebagai jawaban untuk memerangi perubahan
iklim. Biomassa
diharapkan memainkan peran penting dalam sistem energi masa depan sebagai
pengganti bahan bakar fosil karena tiga alasan utama. Pertama, ini adalah
sumber energi terbarukan yang dapat dikembangkan secara berkelanjutan di masa
depan; kedua adalah memiliki CO2 yang bersifat netral (dan juga memiliki
kandungan sulfur yang sangat rendah); dan ketiga, menyediakan pasokan energi
yang aman yang dapat memiliki potensi ekonomi yang signifikan dibandingkan
dengan bahan bakar fosil.
Indonesia
sesungguhnya memiliki potensi sumber energi terbarukan dalam jumlah besar.
Beberapa diantaranya bisa dimanfaatkan sebagai sumber energi baru dan terbarukan seperti: bioethanol sebagai pengganti bensin, biodiesel untuk pengganti solar,
tenaga panas bumi,
mikrohidro, tenaga surya, tenaga angin, bahkan sampah/limbah pun bisa digunakan
untuk membangkitkan listrik (Lubis, 2007)
Dorongan dari pemerintah dalam penerapan
biomassa sebagai sumber energi baru dan terbarukan menghasilkan banyak kajian
yang telah dilakukkan bahwa energi turunan biomassa akan memberikan sumbangan
yang besar terhadap suplai energi keseluruhan karena harga bahan bakar fosil
semakin meningkat pada beberapa dekade yang akan datang (The Japan
Institute of Energy, 2008).
Energi biomassa adalah bentuk energi terbarukan, yang
pada prinsipnya adalah energi digunakan tidak menghasilkan karbon dioksida ke
lingkungan, tidak seperti pembakaran bahan bakar fosil. Salah satu energi biomassa yang cukup potensial dalam pengembangan
energi terbarukan adalah limbah kelapa sawit barupa tandan kelapa sawit dan cangkang
kelapa sawit.
Pembudidayaan
kelapa sawit di Indonesia telah berlangsung selama lebih dari sepuluh
dasawarsa. Kondisi tanah yang sangat cocok di beberapa wilayah Indonesia telah
menjadikan sawit sebagai komoditi unggulan secara nasional. Oleh karena itu
tidak mengherankan jika luas daerah perkebunan kelapa sawit terus bertambah
setiap tahunnya. Di mulai dari tahun 1968 yang mana perkebunan kelapa sawit di
Indonesia berkisar sebesar 119.660 ha dengan hasil produksi sebesar 181.444
ton, hingga pada pada tahun 2015 Indonesia memiliki luas lahan perkebunan
sebesar 11.312.640 ha, dengan hasil produksi sebesar 30.948.931 ton. Hal ini
menjadikan Indonesia menjadi salah satu produsen minyak kelapa sawit (CPO)
terbesar di dunia. Kalimantan barat sebagai daerah penghasil kelapa sawit di
Indonesia pada tahun 2015 memiliki total lahan kelapa sawit sebesar 1.003.570
ha, yang mana terdiri dari 342.693 ha milik masyarakat, 60.400 ha milik negara
dan 600.477 ha milik perusahaan swasta (Direktorat
Jenderal Perkebunan kelapa sawit 2013-2015).
Pengunaan biomassa
untuk mendukung pembangunan
industri yang berkelanjutan sangat
penting untuk terus
digalakkan. Hal ini
juga di picu
oleh semakin mahalnya harga
bahan bakar berbasis
fosil serta isu
kelestarian lingkungan.
Biomassa adalah bahan
organik yang merupakan
hasil kegiatan fotosintesis baik
berupa produk maupun
buangannya. Biomassa dan limbahnya dapat digunakan
sebagai salah satu
sumber energi alternatif.
Masalah yang dihadapi adalah
bagaimana cara meningkatkan
pemanfaatan limbah tersebut sehingga lebih
efisien dan memberikan
nilai ekonomis tinggi.
Tentu saja diperlukan pengetahuan yang
cukup tentang teknologi
serta kearifan
memanfaatkannya. Pemanfaatan biomassa
tidak dapat hanya
mengandalkan swadaya dan kreatifitas
masyarakat semata tetapi
perlu ditunjang oleh
kebijakan yang mendukung dan infrastruktur yang memadai dan berorientasi
ke masa depan. Manfaat
penggunaan biomassa juga
dapat mendorong penghematan ekonomi/sumber daya
lokal yang ada
dan mempercepat pengembangan ekonomi yang
sehat di daerah
tersebut. Salah satu
industri yang menghasilkan limbah biomassa padat adalah industri kelapa
sawit (Mahidin, dkk, 2010).
Saat ini
terdapat 22 PKS
di Aceh yang
berlokasi di delapan
kabupaten dengan total kapasitas
operasi terpakai 551,12
ton/jam (Dinas Kehutanan
& Perkebunan Aceh, 2009).
Dengan memakai asumsi
20% volume Tandan
Buah Segar (TBS) akan
menjadi limbah padat
maka dalam sehari
akan diperoleh 110,224 ton
limbah padat. Limbah
padat yang demikian
besar itu jika
tidak dimanfaatkan akan mengganggu lingkungan.
Potensi
industri kelapa sawit Indonesia mengalami peningkatan terlihat dari rata-rata
laju pertumbuhan luas areal kelapa sawit selama 2014 - 2018 sebesar 7,67%,
sehingga total luas area mencapai 23,6 juta hektar dengan produksi minyak sawit
mentah atau CPO mencapai 41,98 juta ton. Selain memproduksi CPO, industri
kelapa sawit juga menghasilkan sejumlah produk samping berupa limbah padat dan
cair. Sekitar 36 juta ton Tandan Kosong Sawit (TKS) dihasilkan Indonesia pada
tahun 2018. Dengan demikian dapat diperkirakan akan terjadi peningkatan
produksi limbah padat salah satunya TKS. Apabila “limbah” TKS ini tidak
dimanfaatkan dan ditangani dengan baik, maka akan menjadi persoalan yang cukup
besar dimasa yang akan datang (Erwinsyah dkk, 2015)
Pemanfaatan TKS
dijadikan sebagai bahan bakar pembangkit listrik tenaga uap. Pembangkitan listrik
dengan menggunakan sisa limbah biomassa dari pabrik kelapa sawit ini akan
menjadi salah satu solusi kekurangan energi yang terjadi. Selain itu
pemanfaatan limbah biomassa kelapa sawit ini juga akan mengembangkan sumber
energi alternative yang bersifat renewable energy. Sistem
pembangkitan energi listrik dengan menggunakan limbah biomassa kelapa sawit ini
mirip dengan sistem Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), yaitu dengan
memanaskan air pada boiler menggunakan panas pembakaran limbah biomassa
kelapa sawit kemudian uap dari air yang dipanaskan tadi digunakan untuk memutar
turbin yang terhubung dengan generator. Generator kemudian akan berputar dan
menyebabkan perubahan fluks medan magnet, perubahan fulks tersebut
akan menyebabkan beda potensial. Berdasarkan data statistik, potensi biomassa tandan buah
kosong sawit dari tahun 2015 hingga 2018 masing-masing adalah 126,63 GW, 133,45
GW, dan 141,62 GW. Hasil tersebut menunjukkan potensi besar yang dimiliki
sebagai bahan bakar boiler (Erwinsyah
dkk, 2015)
DAFTAR PUSTAKA
Lubis, A. (2007). Energi Terbarukan Dalam Pembangunan
Berkelanjutan. Jurnal Badan Pengkajian Dan Penerapan Teknologi, Vol.
8(2), 23.
The Japan Institute of Energy. (2008). Buku panduan
biomassa Asia.
Erwinsyah, Afriani, A., &
Kardiansyah, T. (2015). Potensi Dan Peluang Tandan Kosong Sawit Sebagai Bahan
Baku Pulp Dan Kertas: Studi Kasus Di Indonesia. Jurnal Selulosa, 5(02),
79–88. https://doi.org/10.25269/jsel.v5i02.79
Erwinsyah, Afriani, A., &
Kardiansyah, T. (2015). Potensi Dan Peluang Tandan Kosong Sawit Sebagai Bahan
Baku Pulp Dan Kertas: Studi Kasus Di Indonesia. Jurnal Selulosa, 5(02),
79–88. https://doi.org/10.25269/jsel.v5i02.79
Penulis:
Dadang Ramadhan dan Nasrullah
Mahasiswa Master Pengelolaan Lingkungan, Program Pascasarjana, Universitas Syiah Kuala
0 comments:
Post a Comment